Jawa memiliki perjalanan pancang
dalam sejarah kehidupan dan agama. Mulai zaman animisme-dinamisme, hindu-buddha
hingga Islam dan dewasa ini berbagai agama lain didunia telah masuk ke tanah
Jawa. Filsafat Jawa berbicara tentang hal-hal yang sederhana, namun sangat
mendasar dan mendalam. Orang Jawa tidak mau pusing-pusing memikirkan apakah
bumi berbentuk bulat ataukah lonjong, tapi yang penting adalah bagaimana
manusia menjaga keselarasan (harmoni) dengan alam semesta, dan terlebih lagi
dengan sesamanya.
Sebagai
penyampaian filsafat jawa tersebut banyak leluhur menggunakan perantara wayang
sebagai penyampaian pesan kepada masyarakat. Wayang itu tidak lain dan tidak
bukan merupakan suatu simbol dari hidup manusia ataupun kehidupan itu sendiri.
Wayang bahkan dapat dikatakan sebagai ensiklopedi tetang hidup yang dapat
diungkapkan secara ontologis-metafisik. Wayang juga melambangkan keberadaan
atau cara beradanya manusia yang dalam pertunjukan dimulai dari pendhapa
suwung atau kosong dan diakhiri atau kembali menjadi pendhapa suwung
lagi.
Wayang fersi sunan kali jaga tidak sama dengan wayang hindu.
Perubahan wujud mulai dari wajah hingga keseluruhan tubuh wayang. Inti
perubahan ini tidak lain agar tidak bertentangan ajaran Islam yang tidak boleh
membuat suatu ukiran yang menyerupai manusia atau hewan. Dibentuklah wayang
dengan wajah miring dan hampir tidak menyerupai wujud manusia, selain itu Sunan
Kali Jaga juga mencoba membuatkan dending dending jawa serta tembang tembang
yang tidak lain adalah agar dakwah Islam masuk tanpa mereka sadari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar