Jumat, 19 Desember 2014

WAYANG



 
Jawa memiliki perjalanan pancang dalam sejarah kehidupan dan agama. Mulai zaman animisme-dinamisme, hindu-buddha hingga Islam dan dewasa ini berbagai agama lain didunia telah masuk ke tanah Jawa. Filsafat Jawa berbicara tentang hal-hal yang sederhana, namun sangat mendasar dan mendalam. Orang Jawa tidak mau pusing-pusing memikirkan apakah bumi berbentuk bulat ataukah lonjong, tapi yang penting adalah bagaimana manusia menjaga keselarasan (harmoni) dengan alam semesta, dan terlebih lagi dengan sesamanya.
Sebagai penyampaian filsafat jawa tersebut banyak leluhur menggunakan perantara wayang sebagai penyampaian pesan kepada masyarakat. Wayang itu tidak lain dan tidak bukan merupakan suatu simbol dari hidup manusia ataupun kehidupan itu sendiri. Wayang bahkan dapat dikatakan sebagai ensiklopedi tetang hidup yang dapat diungkapkan secara ontologis-metafisik. Wayang juga melambangkan keberadaan atau cara beradanya manusia yang dalam pertunjukan dimulai dari pendhapa suwung atau kosong dan diakhiri atau kembali menjadi pendhapa suwung lagi.
Wayang fersi sunan kali jaga tidak sama dengan wayang hindu. Perubahan wujud mulai dari wajah hingga keseluruhan tubuh wayang. Inti perubahan ini tidak lain agar tidak bertentangan ajaran Islam yang tidak boleh membuat suatu ukiran yang menyerupai manusia atau hewan. Dibentuklah wayang dengan wajah miring dan hampir tidak menyerupai wujud manusia, selain itu Sunan Kali Jaga juga mencoba membuatkan dending dending jawa serta tembang tembang yang tidak lain adalah agar dakwah Islam masuk tanpa mereka sadari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar