Petruk memiliki masa lalu yang tidak
jauh beda dengan kakak sulungnya Gareng. Mereka dipertemukan dalam sebuah
peristiwa pertempuran yang sengit antar keduanya. Sebagai salah satu ksatria,
Petruk adalah putera dari Begawan Salantara -seorang pendeta raksasa di
pertapaan di dalam laut-, sebelumnya iya bernama Bambang Panyukilan. Dalam
kesehariannya Bambang Panyukilan ini seorang yang periang dan termasuk seorang
yang berilmu tinggi dan pertapa yang tangguh.
Perjumpaan Bambang Panyukilan dengan
Bambang Sukodadi ketika mereka berdua sedang melakukan perjalanan penaklukan
untuk membuktikan siapa yang pantas di sebut dengan ksatria. Karena
mempunyai maksud yang sama, maka terjadilah perang tanding. Mereka berkelahi
sangat lama, berhantam, bergumul, tarik-menarik, tendang-menendang,
injak-menginjak, hingga tubuhnya menjadi cacat dan berubah sama sekali dari
wujud aslinya yang tampan.
Ketika kedua ksatria tampan itu
mengalami kelelahan setelah bertempur sengit, datanglah Bethara Ismaya (Semar)
mendamaikan keduanya. Kedatangan Bethara Ismaya didasarkan pada jalan kebenaran
sehingga kedua ksatria tersebut mengikuti tausiahnya. Didasarkan ketulusan dan
kearifan dari Bethara Ismaya, kedua ksatria tersebut akhirnya sadar dan luruh
dengan keegoisannya.
Mereka berdua minta mengabdi dan
minta diaku anak oleh Lurah Karang Dempel, titisan dewa (Batara Ismaya) itu.
Akhirnya Jangganan Samara Anta bersedia menerima mereka, asal kedua kesatria
itu mau menemani dia menjadi pamong para kesatria berbudi luhur (Pandawa), dan
akhirnya mereka berdua setuju. Gareng kemudian diangkat menjadi anak tertua
(sulung) dan Petruk menjadi anak nomor dua.
Petruk memiliki nama
alias, yakni Dawala.Dawa artinya panjang, la, artinya ala atau
jelek. Sudah panjang, tampilan fisiknya jelek. Hidung, telinga, mulut, kaki,
dan tangannya panjang. Namun jangan gegabah menilai, karena Lurah Petruk adalah
jalma tan kena kinira, biar jelek secara fisik tetapi ia sosok yang
tidak bisa diduga-kira. Gambaran ini merupakan pralambang akan tabiat Ki Lurah
Petruk yang panjang pikirannya, artinya Petruk tidak grusah-grusuh
(gegabah) dalam bertindak, ia akan menghitung secara cermat untung rugi, atau
resiko akan suatu rencana dan perbuatan yang akan dilakukan. Petruk Kanthong
Bolong, menggambarkan bahwa Petruk memiliki kesabaran yang sangat luas,
hatinya bak samodra, hatinya longgar, plong dan perasaannya bolong
tidak ada yang disembunyikan, tidak suka menggerutu dan ngedumel.
Dawala, juga menggambarkan adanya pertalian batin antara para leluhurnya di kahyangan
(alam kelanggengan) dengan anak turunnya, yakni Lurah Petruk yang masih hidup
di mercapada. Lurah Petruk selalu mendapatkan bimbingan dan tuntunan
dari para leluhurnya, sehingga Lurah Petruk memiliki kewaskitaan mumpuni dan
mampu menjadi abdi dalem (pembantu) sekaligus penasehat para kesatria.
Petruk Kanthong Bolong
wajahnya selalu tersenyum, bahkan pada saat sedang berduka pun selalu
menampakkan wajah yang ramah dan murah senyum dengan penuh ketulusan. Petruk
mampu menyembunyikan kesedihannya sendiri di hadapan para kesatria bendharanya.
Sehingga kehadiran petruk benar-benar membangkitkan semangat dan kebahagiaan
tersendiri di tengah kesedihan. Prinsip “laku” hidup Ki Lurah Petruk adalah
kebenaran, kejujuran dan kepolosan dalam menjalani kehidupan.
Ketika nasib dan takdir seorang
Bambang Panyukilan menjadi Petruk, tidaklah merubah sifat aslinya yaitu periang
dan setia kawan -selalu berada di tengah-tengah ketika para ksatria mengalami
kesusahan dan kesedihan. Dengan setia Petruk mendampingin para ksatrianya
dengan lima ajaran yang dia peroleh ketika menjadi pertapa dan seorang ksatria.
Kelima ajaran tersebut yaitu:
1.
Momong artinya bisa mengasuh
2.
Momot artinya dapat memuat segala
keluhan tuannya dan dapat merahasiakan masalah
3.
Momor artinya tidak sakit hati
ketika dikritik dan tidak mudah bangga kalau disanjung
4.
Mursid artinya pintar sebagai abdi,
mengetahui kehendak tuannya
5.
Murakabi artinya bermanfaat bagi
sesama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar