Jumat, 19 Desember 2014

TOGOG dan BILUNG



 
Togog adalah anak pertama dari Sang Hyang Tunggal. Dia juga disebut sebagai Antaga atau Tedjo Mantri. Dibalik wajahnya yang buruk karena keserakahannya dahulu demi merebutkan kekuasaan kerajaan kayangan, Togog dihukum oleh Sang Hyang Tunggal untuk mengasuh para Raksasa ataupun para tokoh Angkara murka. Dalam pewayangan Togog muncul sebagai pengasuh Dasamuka/ Rahwana dalam kisah Ramayana.
Walaupun Togog mengasuh para orang orang yang mencerminkan angkara murka, tetapi sifat kekhasan Togog tetap pada penderian kepada kebaikan atau tumindak becik. Togog hanya menasehati anak asuhnya bahwa suatu hal yang buruk tetaplah buruk dan itu tidak boleh diikuti ataupun dikerjakan. Lalu dalam lakon lain Togog selalu hadir ketika bathara cakil muncul dalam cerita pewayangan, Buto cakil adalah anak asuhnya dan selalu diakhir cerita anak asuh Togog selalu dikalahkan oleh anak asuh dari Semar. Walau telah mati berkali kali sosok buto cakil selalu muncul dalam cerita pewayangan karena buto cakil adalah ilustrasi dari nafsu dalam diri manusia dan walau telah dinasehati oleh Togog buto cakil tetap tak menghiraukannya.
Dalam perjalanannya, Togog merasa sepi sehingga dibuatlah bayangan dirinya untuk menjadi temannya yang dikenal dengan Bilung. Kemanapun Togog pergi pasti Bilung menyertainya sebagai sahabat sejati dan memang Bilung berasal dari jelmaan bayangan Togog sendiri yang bertugas membantu dan menemani Togog selama didunia.
 

Bilung sendiri memiliki kekhususan suara yaitu cempreng, seperti suara burung betet. Punakawan kurus kerempeng itu sendiri bergelar Bathara Sarawita, ketika masih bermukim di kahyangan. Togog dan Bilung menjalani tugas sebagai pendamping para raja negeri seberang. Resiko yang dijalani Bilung dan Togog selalu dianggap menjadi tokoh antagonis karena menjadi bagian dari rezim tiran.
Selalu disebut wayang golongan kiri karena ia mendampingi para Ratu Sabrang yang berwatak otoriter, arogan, serakah dan takabur. Dalam lingkar kekuasaan tirani itulah peran Togog dan Bilung hadir sebagai penyeimbang (bargaining position). Peran yang sama juga dijalankan oleh Semar dan tiga anakknya. Namun sejujurnya tanggung jawab Bilung lebih berat dan lebih berrisiko. Semar menjalani peran sebagai penasihat raja- raja berwatak baik dan mudah diatur. Tugas Bilung lebih berat karena ia menghadapi penguasa lalim yang sulit dinasehati. Duet Bilung – Togog adalah representasi suara rakyat jelata, menasehati akan hal-hal yang baik dan ucapannya cenderung diabaikan. Meskipun pada saat ada sebuah kepentingan, suara rakyat jelata dianggap reprensentasi suara Tuhan. Menasehati penguasa lalim adalah sebuah ibadah yang mulia. Bilung menjalani itu bukan semata statusnya, namun dengan etika, loyalitas dan dedikasi yang tinggi. Menghadapi raja paling arogan sekalipun, Bilung selalu menasehati dengan cara yang baik. Ia mengritik dalam dialog yang formal, bukan dengan cara demonstrasi membuka aib penguasa.
Pada sebuah lakon wayang “Antareja Mbalela”, Bilung menunjukkan cara santun, elegan dan bermartabat untuk menolak perintah majikan yang tidak sesuai hati nuraninya. Bilung mengajarkan loyalitas dan dedikasi seorang rakyat kepada penguasa. Bilung memiliki kekuatan yang sangat mungkin bisa mengalahkan siapapun termasuk majikannya. Namun itu tak menjadi alasan bagi Bilung untuk tidak taat atau tidak hormat. Meski sakti, sepanjang penguasa tak mengajak kepada maksiat, mbilung tak akan menolak. Namun ketika penguasa menyeleweng dari norma kebenaran, maka itu tugas Bilung untuk menasihati secara terhormat. Dalam konteks masa kini, Bilung dan Togog adalah sosok purba dan mungkin dianggap ortodok yang sudah tak populer di mata semua orang. Mungkin itu juga yang membuat masyarakat dijangkiti penyakit lupa berjamaah pada keluhuran etika kerakyatan yang diajarkan oleh Bilung.
Ketika Bilung mengajarkan loyalitas, masyarakat sekarang bisa dengan mudah mengkhianati koalisi yang dibangun dengan rasa saling percaya. Bahkan penghianatan sebuah poros yang dibangun dengan kesepakatan, yang seharusnya selalu tetap berada di tengah-tengah. Ketika Bilung mengajarkan etika penguasa, masyarakat lebih suka dengan cara arogan, saling cela, membuka aib dan saling memfitnah. Terlebih dalam masalah kekuasaan, tontonan yang di tunjukkan oleh para pemimpin kepada kita setiap hari adalah kepentingan sesaat berpolitik yang membuat bangsa ini mengelus dada, hilangnya etika dan estetika di pentas berpolitik dari wakil-wakil rakyat jelata.
Hari ini para politisi saling mencaci. Rasa takabur yang berlebihan membuat golongan tertentu menjadi terlalu over percaya diri lalu tidak lagi menghormati janji yang diembannya sebagai wakil rakyat. Semua mendidik masyarakat untuk semakin meyakini bahwa dalam politik, ambisi dan hawa nafsu adalah kepentingan nomor satu. Bilung hanyalah rakyat, tetapi ia juga mengajarkan etika menjadi elite yang bermartabat. Ia tak akan melakukan kudeta hanya karena merasa lebih kuat. Ia tak akan korupsi meskipun ada kesempatan, Bilung tak akan berkhianat ketika beda pendapat. Ia tak akan oportunis hanya karena ambisi. Tak lantas menjadi kutu loncat hanya karena sebuah kepentingan Bilung adalah pelajaran berharga bagi kita untuk mengerti makna menghormati dari banyak hal. Belajar dari Bilung, Bilung adalah rakyat, dan rakyat adalah kita yang suaranya seharusnya terwakili, sebab suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi vox dei). Rakyat tak pernah punya kuasa untuk menagih janji, apalagi meminta bukti. Rakyat hanya selalu berharap wakil-wakilnya menjaga komitmen janji yang sering diucapkannya.
Jika Togog adalah salah satu sisi keping mata uang, maka Bilung adalah sisi lainnya. Dua sejoli ini adalah pasangan yang boleh disebut sehidup semati walau tak pernah ada lakon wayang yang menjadikan kedua wayang senior itu binasa. Meski selalu kompak, tak sulit membedakan keduanya. Panakawan sabrang ini memiliki postur tubuh yang lucu namun lebih tepat dibilang absurd. Bilung sendiri memiliki kekhususan suara yaitu cempreng, seperti suara burung betet telat makan.
Dalam lakon “Bagong Dadi Guru” Bilung menjelaskan bahwa Togog dan dirinya semula berasal dari kahyangan. Togog adalah yang tertua dari kuartet bersaudara Togog, Semar, Bilung dan Bathara Guru. Panakawan kerempeng itu sendiri bergelar Bathara Sarawita ketika masih bermukim di kahyangan. Takdir menggariskan Bathara Guru bertahta di kerajaan para dewa. Semar, dan kelak anak-anaknya, menjadi pengasuh para raja golongan kanan dan keturunannya. Togog dan Bilung menjalani tugas sebagai pendamping para raja negeri seberang.
Terpredikati sebagai antagonis karena menjadi bagian dari rezim tiran adalah risiko yang dijalani oleh Bilung. Ia selalu disebut wayang golongan kiri karena ia mendampingi para ratu sabrang yang berwatak arogan, serakah dan takabur. Dalam lingkar kekuasaan tirani itulah peran Togog dan Bilung hadir sebagai penyeimbang. Peran yang sama juga dijalankan oleh Semar dan tiga sekondannya. Namun sejujurnya tanggung jawab Bilung lebih berat dan lebih berrisiko. Semar menjalani peran sebagai penasihat raja-raja berwatak baik dan mudah diatur. Tugas Bilung lebih berat karena ia menghadapi penguasa lalim yang sulit dinasihati.
Duet Bilung – Togog adalah representasi suara rakyat jelata, menasihati akan hal-hal yang baik dan ucapannya cenderung diabaikan. Menasihati penguasa lalim adalah sebuah ibadah yang mulia. Bilung menjalani itu bukan semata statusnya, namun dengan etika dan dedikasi yang tinggi. Menghadapi raja paling arogan sekalipun Bilung selalu menasihati dengan cara yang ma’ruf. Ia mengritik dalam dialog yang formal, bukan dengan cara demonstrasi sembari membuka aib penguasa. Pada lakon “Antareja Mbalela”, Bilung menunjukkan cara elegan dan bermartabat untuk menolak perintah majikan yang tak sesuai hati nuraninya.
Bilung mengajarkan loyalitas dan dedikasi seorang rakyat kepada penguasa. Bilung memiliki kekuatan yang sangat mungkin bisa mengalahkan siapapun termasuk majikannya. Namun itu tak menjadi alasan bagi Bilung untuk tidak taat atau tidak hormat. Meski sakti, sepanjang penguasa tak mengajak kepada maksiyat, Bilung tak akan menolak. Namun ketika penguasa menyeleweng dari norma kebenaran, maka itu tugas Bilung untuk menasihati secara terhormat.
Dalam konteks kekinian, Bilung dan Togog adalah sosok purba yang sudah tak populer di mata semua orang. Mungkin itu juga yang membuat masyarakat dijangkiti amnesia kolektif pada keluhuran etika kerakyatan yang diajarkan oleh Bilung. Ketika Bilung mengajarkan loyalitas, masyarakat sekarang bisa dengan mudah mengkhianati koalisi yang dibangun dengan rasa saling percaya. Ketika Bilung mengajarkan etika menasihati penguasa, masyarakat lebih suka dengan cara arogan, saling cela, membuka aib dan saling memfitnah.
Terlebih dalam masalah kekuasaan. Pragmatisme berpolitik telah membuat bangsa ini mengelus dada melihat hilangnya etika dan estetika di pentas politik kita. Hari ini para sekutu saling mencaci. Rasa takabur yang berlebihan membuat golongan tertentu menjadi terlalu percaya diri lalu tidak lagi menghormati pemimpinnya. Itu semua mendidik masyarakat untuk semakin meyakini bahwa dalam politik, ambisi dan hawa nafsu adalah nomor satu.
Bilung hanyalah rakyat. Tetapi ia juga mengajarkan etika menjadi elite yang bermartabat. Ia tak akan melakukan kudeta hanya karena merasa lebih kuat. Ia tak akan berkhianat ketika beda pendapat. Ia tak akan oportunis hanya karena ambisi. Pelajaran berharga bagi kita untuk mengerti makna menghormati.

9 komentar:

  1. Saya suka sejarah togok dan bilung yg berani bermental kuat.. walupun bukan lawan ukuran nya, maju pantang mundur mati taruhan nya. Saya cinta bilung walupun dia miskin tapi sesungguhnya ia itu kaya, walupun jelek luar tingka laku nya sesuguhnya ia baik hati nya

    BalasHapus
  2. Belajar itu dari Semar baru togok, manunggaling kawula Gusti... allah

    BalasHapus
  3. Tingal pilih belajar sekali guss, atau, pelan pelan sedikit demi sedikit. Togok,Semar

    BalasHapus
  4. Sekali Guus takut nya nnti tidak kuat, panasss.. Kalau pelan pelan kelamaan kapan sampai nya

    BalasHapus
  5. Semar paman nya bilung, Semar sangat menghormati kk nya togok, togok sangat menyayangi adik nya semar, Semar belajar dari kk nya togok

    BalasHapus
  6. Sip.. inti nya ya jgn durhaka kpd orang tuah

    BalasHapus