Togog adalah anak pertama dari Sang Hyang Tunggal. Dia juga disebut
sebagai Antaga atau Tedjo Mantri. Dibalik wajahnya yang buruk karena
keserakahannya dahulu demi merebutkan kekuasaan kerajaan kayangan, Togog
dihukum oleh Sang Hyang Tunggal untuk mengasuh para Raksasa ataupun para tokoh
Angkara murka. Dalam pewayangan Togog muncul sebagai pengasuh Dasamuka/ Rahwana
dalam kisah Ramayana.
Walaupun Togog mengasuh para orang orang yang mencerminkan angkara
murka, tetapi sifat kekhasan Togog tetap pada penderian kepada kebaikan atau tumindak
becik. Togog hanya menasehati anak asuhnya bahwa suatu hal yang buruk
tetaplah buruk dan itu tidak boleh diikuti ataupun dikerjakan. Lalu dalam lakon
lain Togog selalu hadir ketika bathara cakil muncul dalam cerita pewayangan,
Buto cakil adalah anak asuhnya dan selalu diakhir cerita anak asuh Togog selalu
dikalahkan oleh anak asuh dari Semar. Walau telah mati berkali kali sosok buto
cakil selalu muncul dalam cerita pewayangan karena buto cakil adalah ilustrasi
dari nafsu dalam diri manusia dan walau telah dinasehati oleh Togog buto cakil
tetap tak menghiraukannya.
Dalam perjalanannya, Togog merasa sepi sehingga dibuatlah bayangan
dirinya untuk menjadi temannya yang dikenal dengan Bilung. Kemanapun Togog
pergi pasti Bilung menyertainya sebagai sahabat sejati dan memang Bilung
berasal dari jelmaan bayangan Togog sendiri yang bertugas membantu dan menemani
Togog selama didunia.
Bilung sendiri memiliki kekhususan suara yaitu cempreng, seperti
suara burung betet. Punakawan kurus kerempeng itu sendiri bergelar Bathara
Sarawita, ketika masih bermukim di kahyangan. Togog dan Bilung menjalani tugas
sebagai pendamping para raja negeri seberang. Resiko yang dijalani Bilung dan Togog
selalu dianggap menjadi tokoh antagonis karena menjadi bagian dari rezim tiran.
Selalu
disebut wayang golongan kiri karena ia mendampingi para Ratu Sabrang yang
berwatak otoriter, arogan, serakah dan takabur. Dalam lingkar kekuasaan tirani
itulah peran Togog dan Bilung hadir sebagai penyeimbang (bargaining
position). Peran yang sama juga dijalankan oleh Semar dan tiga
anakknya. Namun sejujurnya tanggung jawab Bilung lebih berat dan lebih
berrisiko. Semar menjalani peran sebagai penasihat raja- raja berwatak baik dan
mudah diatur. Tugas Bilung lebih berat karena ia menghadapi penguasa lalim yang
sulit dinasehati. Duet Bilung – Togog adalah representasi
suara rakyat jelata, menasehati akan hal-hal yang baik dan ucapannya cenderung
diabaikan. Meskipun pada saat ada sebuah kepentingan, suara rakyat jelata
dianggap reprensentasi suara Tuhan. Menasehati penguasa lalim adalah sebuah
ibadah yang mulia. Bilung menjalani itu bukan semata statusnya, namun dengan
etika, loyalitas dan dedikasi yang tinggi. Menghadapi raja paling arogan
sekalipun, Bilung selalu menasehati dengan cara yang baik. Ia mengritik dalam
dialog yang formal, bukan dengan cara demonstrasi membuka aib penguasa.
Pada
sebuah lakon wayang “Antareja Mbalela”, Bilung
menunjukkan cara santun, elegan dan bermartabat untuk menolak perintah majikan
yang tidak sesuai hati nuraninya. Bilung mengajarkan loyalitas dan dedikasi
seorang rakyat kepada penguasa. Bilung memiliki kekuatan yang sangat mungkin
bisa mengalahkan siapapun termasuk majikannya. Namun itu tak menjadi alasan
bagi Bilung untuk tidak taat atau tidak hormat. Meski sakti, sepanjang penguasa
tak mengajak kepada maksiat, mbilung tak akan menolak. Namun
ketika penguasa menyeleweng dari norma kebenaran, maka itu tugas Bilung untuk
menasihati secara terhormat. Dalam konteks masa kini, Bilung dan Togog adalah
sosok purba dan mungkin dianggap ortodok yang sudah tak populer di mata semua
orang. Mungkin itu juga yang membuat masyarakat dijangkiti penyakit lupa
berjamaah pada keluhuran etika kerakyatan yang diajarkan oleh Bilung.
Ketika Bilung
mengajarkan loyalitas, masyarakat sekarang bisa dengan mudah mengkhianati
koalisi yang dibangun dengan rasa saling percaya. Bahkan penghianatan sebuah
poros yang dibangun dengan kesepakatan, yang seharusnya selalu tetap berada di
tengah-tengah. Ketika Bilung mengajarkan etika penguasa, masyarakat lebih
suka dengan cara arogan, saling cela, membuka aib dan saling memfitnah.
Terlebih dalam masalah kekuasaan, tontonan yang di tunjukkan oleh para pemimpin
kepada kita setiap hari adalah kepentingan sesaat berpolitik yang membuat
bangsa ini mengelus dada, hilangnya etika dan estetika di pentas berpolitik
dari wakil-wakil rakyat jelata.
Hari ini
para politisi saling mencaci. Rasa takabur yang berlebihan membuat golongan
tertentu menjadi terlalu over percaya diri lalu tidak lagi menghormati janji
yang diembannya sebagai wakil rakyat. Semua mendidik masyarakat untuk semakin
meyakini bahwa dalam politik, ambisi dan hawa nafsu adalah kepentingan nomor
satu. Bilung hanyalah rakyat, tetapi ia juga mengajarkan etika menjadi elite
yang bermartabat. Ia tak akan melakukan kudeta hanya karena merasa lebih kuat.
Ia tak akan korupsi meskipun ada kesempatan, Bilung tak akan berkhianat ketika
beda pendapat. Ia tak akan oportunis hanya karena ambisi. Tak lantas menjadi
kutu loncat hanya karena sebuah kepentingan Bilung adalah pelajaran berharga
bagi kita untuk mengerti makna menghormati dari banyak hal. Belajar
dari Bilung, Bilung adalah rakyat, dan rakyat adalah kita yang
suaranya seharusnya terwakili, sebab suara rakyat adalah suara Tuhan (vox
populi vox dei). Rakyat tak pernah punya kuasa untuk menagih janji,
apalagi meminta bukti. Rakyat hanya selalu berharap wakil-wakilnya menjaga
komitmen janji yang sering diucapkannya.
Jika
Togog adalah salah satu sisi keping mata uang, maka Bilung adalah sisi lainnya.
Dua sejoli ini adalah pasangan yang boleh disebut sehidup semati walau tak
pernah ada lakon wayang yang menjadikan kedua wayang senior itu binasa. Meski
selalu kompak, tak sulit membedakan keduanya. Panakawan sabrang ini memiliki
postur tubuh yang lucu namun lebih tepat dibilang absurd. Bilung sendiri
memiliki kekhususan suara yaitu cempreng, seperti suara burung betet telat
makan.
Dalam
lakon “Bagong Dadi Guru” Bilung menjelaskan bahwa Togog dan dirinya semula
berasal dari kahyangan. Togog adalah yang tertua dari kuartet bersaudara Togog,
Semar, Bilung dan Bathara Guru. Panakawan kerempeng itu sendiri bergelar
Bathara Sarawita ketika masih bermukim di kahyangan. Takdir menggariskan
Bathara Guru bertahta di kerajaan para dewa. Semar, dan kelak anak-anaknya,
menjadi pengasuh para raja golongan kanan dan keturunannya. Togog dan Bilung
menjalani tugas sebagai pendamping para raja negeri seberang.
Terpredikati
sebagai antagonis karena menjadi bagian dari rezim tiran adalah risiko yang
dijalani oleh Bilung. Ia selalu disebut wayang golongan kiri karena ia
mendampingi para ratu sabrang yang berwatak arogan, serakah dan takabur. Dalam
lingkar kekuasaan tirani itulah peran Togog dan Bilung hadir sebagai
penyeimbang. Peran yang sama juga dijalankan oleh Semar dan tiga sekondannya.
Namun sejujurnya tanggung jawab Bilung lebih berat dan lebih berrisiko. Semar
menjalani peran sebagai penasihat raja-raja berwatak baik dan mudah diatur.
Tugas Bilung lebih berat karena ia menghadapi penguasa lalim yang sulit
dinasihati.
Duet
Bilung – Togog adalah representasi suara rakyat jelata, menasihati akan hal-hal
yang baik dan ucapannya cenderung diabaikan. Menasihati penguasa lalim adalah
sebuah ibadah yang mulia. Bilung menjalani itu bukan semata statusnya, namun dengan
etika dan dedikasi yang tinggi. Menghadapi raja paling arogan sekalipun Bilung
selalu menasihati dengan cara yang ma’ruf. Ia mengritik dalam dialog yang
formal, bukan dengan cara demonstrasi sembari membuka aib penguasa. Pada lakon
“Antareja Mbalela”, Bilung menunjukkan cara elegan dan bermartabat untuk
menolak perintah majikan yang tak sesuai hati nuraninya.
Bilung
mengajarkan loyalitas dan dedikasi seorang rakyat kepada penguasa. Bilung
memiliki kekuatan yang sangat mungkin bisa mengalahkan siapapun termasuk
majikannya. Namun itu tak menjadi alasan bagi Bilung untuk tidak taat atau
tidak hormat. Meski sakti, sepanjang penguasa tak mengajak kepada maksiyat,
Bilung tak akan menolak. Namun ketika penguasa menyeleweng dari norma
kebenaran, maka itu tugas Bilung untuk menasihati secara terhormat.
Dalam
konteks kekinian, Bilung dan Togog adalah sosok purba yang sudah tak populer di
mata semua orang. Mungkin itu juga yang membuat masyarakat dijangkiti amnesia
kolektif pada keluhuran etika kerakyatan yang diajarkan oleh Bilung. Ketika
Bilung mengajarkan loyalitas, masyarakat sekarang bisa dengan mudah
mengkhianati koalisi yang dibangun dengan rasa saling percaya. Ketika Bilung
mengajarkan etika menasihati penguasa, masyarakat lebih suka dengan cara
arogan, saling cela, membuka aib dan saling memfitnah.
Terlebih
dalam masalah kekuasaan. Pragmatisme berpolitik telah membuat bangsa ini
mengelus dada melihat hilangnya etika dan estetika di pentas politik kita. Hari
ini para sekutu saling mencaci. Rasa takabur yang berlebihan membuat golongan
tertentu menjadi terlalu percaya diri lalu tidak lagi menghormati pemimpinnya.
Itu semua mendidik masyarakat untuk semakin meyakini bahwa dalam politik,
ambisi dan hawa nafsu adalah nomor satu.
Bilung
hanyalah rakyat. Tetapi ia juga mengajarkan etika menjadi elite yang
bermartabat. Ia tak akan melakukan kudeta hanya karena merasa lebih kuat. Ia
tak akan berkhianat ketika beda pendapat. Ia tak akan oportunis hanya karena
ambisi. Pelajaran berharga bagi kita untuk mengerti makna menghormati.
Olive togok Bulung semar
BalasHapusSaya suka sejarah togok dan bilung yg berani bermental kuat.. walupun bukan lawan ukuran nya, maju pantang mundur mati taruhan nya. Saya cinta bilung walupun dia miskin tapi sesungguhnya ia itu kaya, walupun jelek luar tingka laku nya sesuguhnya ia baik hati nya
BalasHapusBelajar itu dari Semar baru togok, manunggaling kawula Gusti... allah
BalasHapusTingal pilih belajar sekali guss, atau, pelan pelan sedikit demi sedikit. Togok,Semar
BalasHapusSekali Guus takut nya nnti tidak kuat, panasss.. Kalau pelan pelan kelamaan kapan sampai nya
BalasHapusSemar paman nya bilung, Semar sangat menghormati kk nya togok, togok sangat menyayangi adik nya semar, Semar belajar dari kk nya togok
BalasHapusSip.. inti nya ya jgn durhaka kpd orang tuah
BalasHapusWaw Mamang bilung
BalasHapusBilung harimau sumatera
BalasHapus